Monday, March 21, 2016

MAKALAH PEMBAHARUAN DALAM ISLAM (SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM)

PEMBAHARUAN DALAM ISLAM















Disusun untuk memenuhi tugas SKI yang diampu oleh Aniroh, M.S.I.
Oleh:
1.      Banatus Sholihah
2.      Rohiatun Ma’fiah
3.      Iin Hidayati
4.      Khoerul Latifah



Sekolah Tinggi Agama Islam Sufyan Tsauri (STAIS) Majenang

Tahun Akademik 2014/2015

KATA PENGANTAR

       Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang Pembaharuan dalam Islam ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga kami berterima kasih pada Aniroh, M.S.I. selaku Dosen mata kuliah SKI yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
       Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai sejarah pembaharuan dalam islam. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
       Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.










DAFTAR ISI

Kata Pengantar......................................................................................................   i
Daftar Isi...............................................................................................................   ii
BAB I Pendahuluan..............................................................................................   1
BAB II Pembahasan
A.    Pengertian Pembaharuan...................................................................   2
B.     Pemikiran islam sebelum periode modern.........................................   2
C.     Pemikiran islam modern....................................................................   3
1.      Mesir...........................................................................................   4
2.      Turki............................................................................................   7
3.      India Pakistan.............................................................................   9
BAB III Kesimpulan............................................................................................. 13


BAB I
PENDAHULUAN
Sumber ajaran Islam adalah al Quran dan hadis.  Keduanya lalu ditafsirkan,  tafsir itu merupakan hasil pemikiran mufasir.  Pemikiran itulah sebenarnya yang membentuk sikap dan perilaku kaum muslimin. Tatkala suatu pemikiran dimunculkan dan dianggap sesuai dengan keadaan zaman,  pemikiran tersebut diterima oleh masyarakat Islam masa itu.  Tetapi lama kelamaan situasi berubah.  Pemikiran tadi adakalanya tidak sesuai lagi dengan keadaan yang baru.  Maka para pemikir memikirkan kembali hasil pemikiran lama untuk disesuaikan dengan keadaan baru. Tatkala pemikiran ulang itu dilakukan dan disesuaikan dengan zaman modern,  hasil pemikiran itu disebut modernisasi pemikiran Islam.  Pembaruan dalam Islam dilakukan berdasarkan pemikiran baru tersebut. Jadi,  pada hakikatnya,  istilah pembaharuan atau modernisasi itu sama saja, yaitu penerapan pemikiran modern dalam memajukan Islam dan umat Islam.
Kondisi zaman modern ditandai oleh penggunaan rasio dalam kehidupan. Karena itu,  pada dasarnya,  pembaharuan atau modernisasi dalam Islam identik dengan rasionalisasi. Pemikiran rasional dalam Islam dipengaruhi oleh persepsi tentang tingginya kedudukan akal dalam Islam.  Persepsi ini bertemu dengan persepsi yang sama dari Yunani yang sudah masuk ke dunia Islam.  Tetapi,  jika pemikiran rasional Islam itu bersifat religius,  maka pemikiran rasional Yunani bercorak sekuler.
Untuk memahami pemikiran modern dalam Islam,  sebaiknya lebih dahulu diketahui garis besar sejarah umat Islam sejak awal sampai zaman modern.


BAB II
PEMBAHASAN
A.  Pengertian pembaharuan
Pembaharuan yang dimaksud disini adalah pembaharuan yang kata padanannya dalam bahasa Arab ialah tajdid,  bukan bid’ah,  ibda’ atau ibtida’. Sebab, meskipun kata-kata ini juga mengandung makna kebaruan,  pembaharuan ataupun pembuatan hal baru,  konotasinya negative karena secara semantic mengandung arti pembuatan hal baru dalam agama.  Secara kebahasaan sebetulnya kata-kata bid’ah dan tasyrifnya mempunyai arti kreativitas atau daya cipta.  Maka dalam al Quran pun Tuhan disebutkan sebagai al-Badi’, Maha Kreatif atau Maha berdaya cipta (QS.  2:59 dan 6:101).  Dan jika Nabi SAW bersabda agar kita berbudi dengan mencontoh budi Tuhan,  maka kreativitas atau daya cipta adalah hal yang sangat terpuji.  Namun sudah dikatakan,  tentu saja yang terpuji itu bukanlah kreativitas atau daya cipta dalam hal agama itu sendiri,  seperti kreativitas dan daya cipta dalam masalah ibadah murni.  Maka sama sekali tidak dapat dibenarkan,  misalnya,  menambah jumlah rakaat dalam shalat atau memasukkan sesuatu yang sebenarnya hanya budaya belaka menjadi bagian dari agama murni.  Maka kreativitas atau daya cipta dalam hal keagamaan murni (bukan dalam hal budaya keagamaan) sama dengan tindakan mengambil wewenang Allah SWT dan Rasul-Nya. Ini suatu perbuatan yang sesungguhnya tidak mungkin,  sehingga yang memaksa melakukannya juga,  menurut sabda Nabi SAW adalah sesat. [1]

B.  Pemikiran Islam Sebelum Periode Modern
Pada periode pertengahan, telah muncul pemikiran dan usaha pembaharuan Islam dikerajaan Usmani di Turki.  Akan tetapi usaha itu gagal karena ditentang golongan militer dan ulama.  Pada abad ke-17,  kerajaan Usmani mulai mengalami kekalahan dalam peperangan dengan Negara Eropa.  Kekalahan itu mendorong raja dan pemuka kerajaan Usmani untuk menyelidiki sebab-sebabnya. Kemudian diketahui bahwa penyebabnya adalah ketertinggalan mereka dalam teknologi militer.  Mereka selidiki pula rahasia keunggulan Barat.  Mereka temukan bahwa rahasianya adalah karena Barat memiliki sains dan teknologi tinggi yang diterapkan dalam kemiliteran.
Karena itulah,  pada 1720, kerajaan Usmani mengangkat Celebi Mehmed sebagai utusan kerajaan untuk Perancis.  Dia bertugas mempelajari benteng-benteng pertahanan,  pabrik-pabrik,  serta institusi-institusi Perancis lainnya.  Laporan Celebi Mehmed tertuang dalam bukunya,  seferetname. Berdasarkan laporan itu,  diupayakanlah pembaharuan di Kerajaan Usmani.
Usaha pembaharuan itu mendapat tantangan. Tantangan pertama datang dari tentara tetap yang disebut Janissary. Janissary mempunyai hubungan erat dengan Tarekat Bektasyi yang berpengaruh besar dalam masyarakat.  Tantangan kedua datang dari pihak ulama. Ide-ide baru yang didatangkan dari Eropa itu dianggap bertentangan dengan paham tradisional yang dianut masyarakat Islam ketika itu.  Karena itu, usaha pembaharuan pertama di Kerajaan Usmani tidak berhasil seperti yang diharapkan.
Di India,  sebelum periode modernisasi, muncul juga ide dan usaha pembaharuan.  Pada awal abad ke-18, kesultanan mogul memasuki zaman kemunduran.  Perang saudara untuk merebut kekuasaan sering terjadi.  Golongan hindu yang merupakan mayoritas, ingin melepaskan diri dari kekuasaan mogul. Selain itu, inggris juga telah mulai memperbesar usahanya untuk memperoleh daerah kekuasaan di India.
Suasana itu menyadarkan para pemimpin Islam India akan kelemahan umat Islam.  Salah seorang yang menyadari hal itu ialah Syah Waliyullah (1703-1762) dari Delhi. Ia berpendapat Salah satu penyebab kelemahan umat Islam ialah perubahan system pemerintahan dari system khilafah ke system kerajaan. System pertama bersifat demokratis, sedang system kedua bersifat otokratis. Karena itu system ke Khalifahan seperti pada masa al- Khulafa al-Rasyidun perlu dihidupkan kembali.
C.  Pemikiran Islam Modern
1.   Mesir
Pemikiran dan pembaharuan Islam di Mesir pada periode modern ditokohi oleh cukup banyak pemikir, antara lain: jamaludin al-afgoni;Muhammad Ali Pasya (1765-1849) yang bermodel reformisme Barat.  Dia mempertautkan ekonomi Mesir dengan Eropa. at-Tahtawi (1801-1873) memiliki pandangan bahwa rahasia pertumbuhan Eropa terletak pada pikiran orang-orangnya yang bebas untuk berfikir secara kritis,  mengubah kebijakan lama dan menerapkan ilmu dan teknologi modern untuk menyelesaikan masalah. [2]
a.       Muhammad Ali Pasya (1765-1849)
Muhammad Ali Pasya adalah orang Turki kelahiran.  Dia bekerja sebagai pemungut pajak.  Karena prestasi kerjanya yang baik ia menjadi kesayangan Gubernur setempat dan kemudian menjadi menantu Gubernur tersebut. Kemudian dia menjadi anggota militer dan menunjukkan kecakapan dalam menjalankan tugas dan diangkat menjadi perwira.
Dia adalah salah satu perwira yang turut dikirim ke Mesir untuk menghadapi tentara Napoleon. Dalam pertempuran dengan tentara Napoleon tahun 1801,  Muhammad Ali Pasya menununjukan keberanian yang luar biasa dan diangkat menjadi kolonel.
Setelah kepergian tentara Napoleon,  Kaum Mamluk kembali ke Mesir untuk mengambil kekuasaan. Sementara itu juga dikirim Pasya dari Turki.  Muhammad Ali Pasya mengadu domba keduanya dan berhasil menumpas mereka. Ia kemudian mengangkat dirinya sendiri menjadi Pasya di Mesir.
Pembaharuan yang dilakukan Muhammad Ali Pasya di Mesir
1)      Politik Luar Negeri
Menyadari ketertinggalan bangsa Mesir dari peradapan barat, maka hubungan dengan negara-negara barat harus diperbaiki. Dia mengirimkan 311 mahasiswa (1813-1849) untuk belajar di Itali, Perancis, Inggris dan Austria. Mereka belajar tentang ilmu-ilmu kemiliteran, kedokteran, arsitek dan obat-obatan.
2)      Politik Dalam Negeri (Membangun kekuatan Militer)
Dia menyadari bahwa kekuasaannya hanya dapat dipertahankan dan dibesarkan dengan kekuatan militer. Pada tahun 1815, untuk pertama kalinya dibangun sekolah militer di Mesir dengan mendatangkan instruktur dari Barat.
3)      Ekonomi
Mesir adalah negara pertanian, untuk mempertinggi hasil pertanian dilakukan perbaikan irigasi, penanaman bibit kapas dari India dan Sudan, mendatangkan ahli pertanian barat dan memperbaiki pengangkutan.
4)      Pendidikan
Meskipun Muhammad Ali Pasya buta huruf, namun dia mengerti tentang pentingnya pendidikan. Maka dibangunlah berbagai sekolah seperti sekolah teknik,  sekolah kedokteran, pertambangan, pertanian dan sekolah penerjemah dengan mendatangkan guru-guru dari barat. Sekolah penerjemah ini yang kemudian memperlancar penerjemahan berbagai buku dalam bahasa Arab.
5)      Pemerintahan
Muhammad Ali Pasya memerintah dengan diktaktor, dia memiliki penasehat tetapi putusan terakhir tetap ditangannya.


b.     Al Tahtawi(1801-1873)
Al Tahtawi adalah pimpinan mahasiswa yang diutus Muhammad Ali Pasya ke Perancis. Ketika beumur 16 tahun, ia belajar di Kairo selama lima tahun .Kemudian mengajar di Al Ahzar selama dua tahun hingga pada tahun 1824 diangkat menjadi imam tentara dan dua tahun setelahnya baru dikirim ke Perancis.
Selama di Perancis dia belajar bahasa Perancis dan berhasil menerjemahkan dua belas buku. Diantaranya buku sejarah Alexander Makedonia, buku pertambangan, adat-istiadat berbagai bangsa, akhlak  dan sebagainya.
Setelah kembali ke Kairo, dia menjadi pengajar bahasa Perancis dan penerjemah di Sekolah Kesehatan. Dua tahun setelahnya dipindah di sekolah Artileri  untuk memimpin menerjemahkan buku teknik dan kemiliteran[3]. Dia juga pernah menjabat kepala sekolah penerjemah. Menerjemahkan Undang-undang Perancis dalam Bahasa Arab dan karya-karya ilmu Khaldun.Memimpin surat kabar Waqa’iul Misriyah yang tidak hanya berisi berita tetapi juga kemajuan ilmu pengetahuan barat.
Al-Tahtawi bukanlah seorang yang sekuler. Dia menghendaki Mesir maju seperti barat, namun tetap dijiwai oleh agama dalam segala aspek. Salah satu jalan untuk kesejahteraan adalah dengan berpegang dengan Agama dan akhlak. Oleh karenanya pendidikan adalah penting untuk membentuk manusia berkepribadian dan patriotik (hubbul wathan). Dia juga mencetuskan emansipasi pendidikan bagi wanita, agar mereka bisa mendidik anak-anaknya, menjadi pathner suami dalan kehidupan intelek dan sosial serta dapat pula bekerja.
Dalam hal agama, Dia menghendaki agar para ulama mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan tidak menutup pintu ijtihad.

2.  Turki
Pemikiran dan pembaharuan Islam Turki pada periode modern dipimpin oleh banyak tokoh pemikir, antara lain Sultan Mahmud II (1785-1839), tokoh-tokoh Tanzimat (Mustafa Rasyid Pasya, Mustafa Sami, Mehmed Sadik Rifat Pasya), tokoh-tokoh pemikir Usmani Muda (Ziya Pasya dan Namik Kemal), para pemikir Turki Muda (Ahmad Riza, Pangeran Sabahuddin, Mehmed Murad), tokoh-tokoh aliran Barat-Islam-Nasionalis dan Mustafa Kemal (1881-1938). Isi pembaharuan tokoh-tokoh pemikir Turki diantaranya memisahkan urusan agama dan urusan dunia, pembaharuan dibidang pemerintahan, pendidikan yaitu pendidikan universal, ekonomi dan politik, juga westernisasi, sekularisasi dan nasionalisme terbatas.[4]
a.       Sultan Mahmud II (1785-1839)
Sultan mahmud lahir pada tahun 1785 beliau diangkat menjadi Sultan di tahun 1807 dan meningal di tahun 1839. Di bagian pertama dari masa kesultanannya ia disibukkan oleh peperangan dengan Rusia dan usaha menundukkan daerah-daerah yang mempunyai kekuasaan otonomi besar, peperangan dengan Rusia selesai di tahun 1812. Setelah kekuasaannya sebagai pusat pemerintahan Kerajaan Usmani bertambah kuat, Sultan Mahmud II melihat bahwa telah tiba masanya untuk memulai usaha-usaha pembaharuan yang telah lama ada dalam pemikirannya. Sultan Mahmud II, dikenal sebagai Sultan yang tidak mau terikat pada tradisi dan tidak segan-segan melanggar adat kebiasaan lama. Sultan-sultan sebelumnya menganggap diri mereka tinggi dan tidak pantas bergaul dengan rakyat. Oleh karena itu, mereka selalu mengasingkan diri dan meyerahkan soal mengurus rakyat kepada bawahan-bawahan. Timbulah anggapan mereka bukan manusia biasa dan pembesar-pembesar Negara pun tidak berani duduk ketika menghadap Sultan.
Tradisi aristokrasi ini dilanggar oleh Mahmud II. Ia mengambil sikap demokratis dan selalu muncul di muka umum untuk berbicara atau menggunting pita pada upacara-upacara resmi. Menteri dan pembesar-pembesar negara lainnya ia biasakan duduk bersama jika datang menghadap. Pakaian kerajaan yang ditentukan untuk Sultan dan pakaian kebesaran yang biasa dipakai Menteri dan pembesar-pembesar lain ia tukar dengan pakaian yang lebih sederhana. Perubahan penting yang diadakan oleh Sultan Mahmud II dan yang kemudian mempunyai pengaruh besar pada perkembangan pembaharuan di Kerajaan Usmani ialah perubahan dalam bidang pendidikan. Seperti halnya di Dunia Islam lain di zaman itu, Madrasah merupakan satu-satunya lembaga pendidikan umum yang ada di Kerajaan Usmani. Di Madrasah hanya diajarkan agama sedangkan p-engetahuan umum tidak diajarkan. Sultan Mahmud II sadar bahwa pendidikan Madrasah tradisional tidak sesuai lagi dengan tuntutan zaman abad ke-19. Selain itu, Sultan Mahmud II juga mendirikan Sekolah Militer, Sekolah Teknik, Sekolah Kedokteran dan Sekolah Pembedahan. Lulusan Madrasah banyak meneruskan pelajaran di sekolah-sekolah yang baru didirikannya. Selain dari mendirikan Sekolah Sultan Mahmud II juga mengirim siswa-siswa ke Eropa yang setelah kembali ke tanah air juga mempunyai pengaruh dalam penyebaran ide-ide baru di Kerajaan Usmani.
Pembaharuan-pembaharuan yang diadakan Sultan Mahmud II diataslah yang menjadi dasar bagi pemikiran dan usaha pembaharuan selanjutnya di Kerajaan Usmani abad ke-19 dan Turki abad ke-20.[5]
b.      Tanzimat
Istilah tanzimat berasal dari bahasa Arab dari kata Tanzim yang berarti pengaturan, penyusunan dan memperbaiki. Dalam pembaharuan yang diadakan pada masa tanzimat merupakan sebagai lanjutan dari usaha-usaha yang dijalankan oleh Sultan Mahmud II yang banyak mengadakan pembaharuan peraturan dan perundang-undangan. Secara terminologi tanzimat adalah suatu usaha pembaharuan yang mengatur dan menyusun serta memperbaiki struktur organisasi pemerintahan, sosial, ekonomi dan kebudayaan, antara tahun 1839-1871 M.Tokoh-tokoh penting tanzimat antara lain : Mustafa Rasyid Pasya, Mustafa Sami, Mahmud Sadek Rif’at Pasya dan Ali Pasya.
3.  India-Pakistan
Pemikiran modern Islam di India-Pakistan merupakan kelanjutan pemikiran Syah Waliyullah pada abad ke-18. Pewaris mughal adalah yang paling dekat dengan bangsa Eropa dalam kaitan dengan hubungan antara struktur administrasi mereka dan yang pada akhirnya menjadi suatu struktur administrasi kolonial. Pendidikan modern, transportasi dan terutama sekali struktur administrasi distrik diciptakan oleh Inggris pada abad ke-19 ketika mereka menjajah India. Selain itu Isi pembaharuan mereka diantaranya menghilangkan taqlid sekalipun pendapat empat imam besar, melawan penjajahan barat, pembaharuan pendidikan yaitu mementingkan ilmu dan teknologi juga menghargai kebebasan akal, tidak memusatkan pada ibadah dan akherat saja, membuka kembali pintu ijtihad, dan emansipasi wanita.[6] Para penerusnya itu ialah tokoh-tokoh pemikir gerakan Mujahidin (Syah Abdul Aziz dan Sayyid Ahmad Syahid), Sayyid Ahmad Khan (1817-1898) dengan gerakan Aligarhnya yang mewakili kepentingan elit bahasa Urdu dan bangsawan Muslim di India akhir abad ke-19. retorika gerakan ini berfokus pada reformasi pendidikan.[7] Sayyid Amir Ali (1849-1928), Muhammad Iqbal (1876-1938) yang menawarkan formula baru tentang hubungan Islam dan Negara dalam berbagai dimensi.[8] Ali Jinnah (1876-1948), dan Abu Kalam Azzad (1888-1916).[9]
a.       Abdul Azis (1746-1823)
Salah seorang murid Waliyullah yang meneruskan perjuangannya ialah Abdul Aziz, lahir di Delhi pada tahun 1746 M, dan wafat pada tahun 1823 M. Dalam usaha untuk mengangkat harkat orang-orang Islam itulah maka Abdul Aziz berusaha dengan pokok-pokok pikirannya:
1)      Pertama, Kemunduran umat Islam itu disebabkan masuknya ajaran Persia dan animisme yang membaur dengan ajaran Islam. Oleh sebab itu ajaran Islam dalam hal ini Tauhid harus dititik beratkan pada :
v  Pintu ijtihad harus selalu terbuka
v Roh wali tidak mempunyai kekuatan dan tidak dapat menolong orang dari kesulitan dan kesengsaraan.
v Sunnah yang dapat diterima hanyalah sunnah Nabi dan yang timbul di zaman Khulafaurrasyidin.
2)      Untuk kemajuan umat islam mendatang, maka kaum muslimin harus belajar dan pandai berbahasa Inggris.

b.        Sayid Ahmad Khan (1817-1898)
Sayid Ahmad Khan lahir pada tahun 1817 Masehi keturunan dari Rasulullah Muhammad SAW, dari pihak Husein. Neneknya adalah seorang pembesar istana di zaman Alamghir II (1754-1759). Pendidikan yang ia tempuh melalui pendidikan tradisional dalam pengetahuan agama dan disamping bahasa Arab ia juga belajar bahasa
Menurut pemikiran Sayid Ahmad Khan kemajuan ummat Islam bukan cara memusuhi Inggris dan bekerja sama dengan Hindu, tetapi harus dekat dengan orang-orang Inggris, karena kamajuan Islam tidak terlepas dari penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Sedangkan ilmu pengetahuan dan teknologi modern banyak dihasilkan oleh orang-orang Inggris.
Penafsiran dan interpretasi yang diberikannya terhadap ajaran-ajaran Islam lebih dapat diterima oleh golongan terpelajar (Islam) dibandi dari hasil penafsiran yang lama atau sebelumnya.
Pada tahun 1859, tenaga dan pikirannya dicurahkan untuk meningkatkan kehidupan umat di bidang intelektual, politik dan ekonomi melalui pendidikan. Sarana ini efektif untuk mengubah sikap mental masyarakat. Karena perannya ini, Ahmad Khan melihat bahwa umat Islam India mundur karena mereka tidak mengikuti perkembangan zaman. Peradaban klasik telah hilang dan celah timbul peradaban baru di Barat. Dasar peradaban baru ini adalah ilmu pengetahuan dan teknologi. Inilah yang menjadi sebab utama bagi kemajuan dan kekuatan orang Barat.
Kendati Ahmad Khan sendiri dididik dalam sekolah tradisional, ide-ide pendidikan yang dilontarkannya bercorak modern, yaitu berupa sekolah-sekolah atau perguruan tinggi yang mengajarkan sains tanpa melupakan pengajaran agama dan institusi-institusi lainnya. Begitu besar perhatian Ahmad Khan di bidang pendidikan ini sehingga Baljon, seorang Prancis menyebutnya sebagai pembaharu pendidikan dan peletak dasar modernisme Islam di India. Penafsiran dan interpretasi yang diberikannya terhadap ajaran-ajaran Islam lebih dapat diterima oleh golongan terpelajar (Islam) dibandi dari hasil penafsiran yang lama atau sebelumnya.
Pemikirannya dalam keagamaan itu antara lain :
1)       Perkawinan menganut asas monogami, poligami bertentangan dengan semangat Isla m dan hal ini tidak akan diizinkan kecuali dalam keadaan memaksa.
2)      Islam dengan tegas melarang perbudakan, termasuk perbudakan dari tawanan perang, meskipun syariat memperkanankannya.
3)      Bank Modern, transaksi perdagangan, pinjaman serta perdagangan internasional yang meliputi ekonomi modern, meskipun semua itu mencakup pembayaran bunga, tidaklah dianggap riba, karena hal itu tidak bertentangan dengan hukum Al-Qur’an.
4)      Hukum potong tangan yang didasarkan pada Al-Qur’an dan Sunnah bagi pencuri, lemparan batu serta cambukan 100 kali bagi pezina hanya sesuai dengan masyarakat primitif yang kekurangan tempat penjara atau tidak mempunyai penjara.
5)      Jihad itu dilarang kecuali dalam keadaan memaksa untuk mempertahankan diri.






BAB III
KESIMPULAN
Dari penjelasan diatas dapat disimpilkan, bahwa periode pemikiran pembahruan Islam terbagi menjadi dua, yaitu; periode pra modern dan periode modern. Timbulnya pemikiran pembaharuan lebih disebabkan kekalahan umat Islam dengan Negara Barat, baik militer, ekonomi, pendidikan dan politik. Hal inilah yang membuat para pemikir muslim gerah dan berusaha berfikir dengan menggunakan metode Barat.



[1] Taufik Abdullah [et.al], Ensiklopedi Tematis Dunia Islam: Pemikiran Dan Peradaban, vol. 4 cet. III (Jakarta, Ichtiar Baru Van Hoeve, 2005) hal: 9
[2] John Cooper, Ronald L. Nettler, Mohamed Mahmo ud. Pemikiran Islam, cet. I (Jakarta; Erlangga, 2002) hal: XV
[3] Drs.H.M YusranAsmuni,hlm.74
[4] Op. cit. Ensiklopedi Tematis Dunia Islam: Pemikiran Dan Peradaban, 402-406
[5] Syafiq A.Mughni, sejarah kebudayaan islam diturki, jakarta; logos, 1997, cet-1, hal 84-89
[6] Op.cit. Rekonstruksi Sejarah Islam: Ditengah Pluralitas Agama Dan Peradaban, hal: 154
[7] Op.cit.  Pemikiran Islam, hal: 2
[8] Irwandar, Dekonstruksi Pemikiran Islam: Idealitas Nilai dan Realitas Empiris, cet. I (Yogyakarta; Ar-Ruzz Media Press, 2003) hal: 146
[9] Op.cit. Ensiklopedi Tematis Dunia Islam: Pemikiran Dan Peradaban, hal: 407-412

MASA KERAJAAN SAFAWI DAN MUGHAL (SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM)

MASA KERAJAAN SAFAWI DAN MUGHAL








Disusun sebagai tugas Mata Kuliah Sejarah Kebudayaan Islam (SKI)
Dosen : ANIROTUN MUNAWAROH, S.Ag, M.S.I

KELOMPOK 4 :
1.      AMRIH WALUYAN
2.      MINTI JAROH
3.      LINA MASLAHAH
4.      HUSRIN
5.      FITRI LAELA

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM SUFYAN TSAURI(STAIS)
JL. KH. SUYAN TSAURI PO. BOX 18 CIBEUNYING
TELP. (0280)623562 MAJENANG 53257
TAHUN AKADEMIK 2014 - 2015
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG
Perkembangan peradaban Islam mengalami kemunduran yang sangat dramatis dari segala sisi setelah beberapa daerah kekuasaan politik Islam berhasil dikuasai akibat serangan bangsa Mongol serta direbutnya kembali spanyol ke tangan Eropa. Friksi tersebut membuat terbaginya wilayah-wilayah strategis Islam menjadi kerajaan-kerajaan kecil dan sistem pemerintahannya sendiri. kekuatan Islam yang telah luluh lantak oleh invasi bangsa Mongol tersebut juga membuat terjadinya perebutan kekuasaan dan tidak jarang terjadi peperangan antara kerajaan-kerajaan kecil tersebut. Meskipun dalam kondisi yang terpecah belah dan lebih dari satu abad umat Islam menderita dan dihancurkan oleh Mongol di bawah Hulagu Khan, namun Umat Islam berusaha bangkit dari keterpurukan tersebut. Tapi, malapetaka yang tak kurang dahsyatnya datang kembali ketika seorang yang masih keturunan bangsa Mongol yang bernama Timur Lenk, yang berarti Timur si pincang melakukan penyerangan kembali kedaerah kekuasaan Islam dan meninggalkan sisa-sisa kebiadaban dan kekejaman yang masih melekat kuat terhadap Umat Islam. Ditengah kehancuran negeri Islam, Mesir yang ketika itu di bawah kekuasaan dinasti Mamalik dapat terhindar dari kehancuran sehingga dapat mempertahankan tradisi dan prestasi yang pernah dicapai oleh Umat Islam pada masa klasik. Pada saat yang bersamaan metode berfikir tradisional sudah tertanam sangat kuat sejak berkembangnya teologi asy’ariyah, filsafat mendapat kecaman sejak kritik al-Ghazali terhadap Filsafat, dan yang lebih tragis adalah kehancuran Baghdad sebagai pusat peradaban Islam. Keadaan politik umat Islam berangsur-angsur mengalami perbaikan dan kemajuan kembali ditandai dengan berkembangnya tiga kerajaan besar di tiga daerah Islam yang berbeda, yaitu : Kerajaan Usmani di Turki, Kerajaan Safawi di Persia dan kerajaan Mughal di India. Untuk menyelami sejarah peradaban Islam tersebut, dalam makalah ini hanya akan membahas dua diantara tiga kerajaan besar Islam yaitu Kerajaan Safawi dan Mughal saja yang mencakup sejarah berdirinya, perkembangan dan prestasi yang dicapai serta masa kemunduran yang dialami.
1.2. RUMUSAN MASALAH
1.      Asal - usul berdirnya kerajaan Safawi
2.      Asal – usul kerajaan Mughal





















BAB II
PEMBAHASAN

I.                   Asal Usul Berdirinya Kerajaan Safawi
Awalnya kerajaan ini berasal dari sebuah gerakan tarekat yang berdiri di Ardabila, sebuah kota di Azerbaijan, Tarekat ini diberi nama Tarekat Safawiyah,yang diambil dari nama pendirinya Safi Al-din (1252-1334 M), dan nama itu terus dipertahankankan sampai tarekat ini menjadi gerakan politik. Bahkan, nama itu terus dilestarikan setelah gerakan ini berhasil mendirikan Kerajaan.Menurut Harun Nasution, di Persia muncul suatu dinasti yang kemudian merupakan suatu kerajaan besar di dunia Islam, Dinasti ini berasal dari seorang sufi bernama Syekh Ishak Safiuddin dari Ardabila di Azerbaijan. [[1]]
Dari uraian diatas dapat dipahami bahwa penggagas awal berdirinya Kerajaan Safawi adalah Syekh Ishak Safiuddin dari Ardabila di Azerbaijan atau dikenal dengan Safi Al-Din, yang semula hanya sebagai mursyid tarekatdengan tugas dakwah agar umat Islam secara murni berpegang teguh pada ajaran agama. Namun pada tahun selanjutnya setelah memperoleh banyak pengikut fanatik akhirnya aliran tarekat ini berubah menjadi gerakan politik dan diteruskan mendirikan sebuah kerajaan. Perkembangan peradaban Islam di Persia dimulai sejak berdirinya kerajaan Safawi, yang dipelopori oleh Safi Al-Din sejak tahun 1252 hingga 1334 M. Kerajaan ini berdiri di saat Kerajaan Turki Usmani mencapai puncak kejayaannya.

SILSILAH RAJA-RAJA KERAJAAN SAFAWI [[2]]
Safi Al-Din (1252-1334 M)
Sadar Al-Din Musa (1334-1399 M)
Khawaja Ali (1399-1427 M)
Ibrahim (1427-1447 M)
Juneid 1447-1460 M)
Haidar 1460-1494 M)
Ali (1494-1501 M)         

    1.    Ismail (1501-1524 M)
    2.    Tahmasp I (1524-1576 M)
    3.    Ismail II (1576-1577 M)       
    4.    Muhammad Khudabanda (1577-1787 M) 
  5.   Abbas I (1588-1628 M)
    6.    Safi Mirza (1628-1642 M)
    7.    Abbas II (1642-1667 M)
    8.    Sulaiman (1667-1694 M)
    9.    Husen (1694-1722 M)
    10. Tahmasp II (1722-1732 M) 
    11. Abbas III (1732-1736 M)

                         Safi Al-Din berasal dari keturunan yang berada namun  ia memilih sufi sebagai jalan hidupnya. Ia keturunan dari Imam Syi’ah yang keenam, Musa Al-Kazhim. Gurunya bernama Syaikh Taj Al-Din Ibrahim Zahidi (1216-1301)yang dikenal dengan julukan Zahid Al-Gilani, karena prestasi dan ketekunannya dalam kehidupan tasawuf, Safi Al-Din dijadikan menantu oleh gurunya tersebut.Safi Al-Din mendirikan tarekat Safawiyah setelah ia menggantikan guru sekaligus mertuanya yang wafat tahun 1301 M, pengikut tarekat ini sangat teguh memegang ajaran agama. Pada mulanya gerakan tasawuf Safawiyah ini bertujuan memerangi orang-orang ingkar dan golongan “ahli-ahli bid’ah”.Namun pada perkembangannya, gerakan tasawuf yang bersifat lokal ini berubah menjadi gerakan keagamaan yang mempunyai pengaruh besar di Persia, Syria dan Anatolia. Di negeri-negeri yang berada di luar Ardabil inilah, Safi Al-Din menempatkan seorang wakil yang diberi nama Khalifah untuk memimpin murid-muridnya di daerah masing-masing.
Suatu ajaran Agama yang dipegang secara fanatik biasanya kerapkali menimbulkan keinginan di kalangan ajaran itu untuk berkuasa. Oleh karena itu, lama kelamaan murid-murid tarekat Safawiyah berubah menjadi tentara yang teratur, fanatik dalam kepercayaan dan menentang setiap orang yang bermazhab selain Syi’ah.
Dalam dekade 1447 – 1501 M Safawi memasuki tahap gerakan politik, sama halnya dengan gerakan sanusiyah di Afrika Utara, Mahdiyah di Sudan dan Maturdiyah serta Naksyabandiyah di Rusia. Kecenderungan memasuki dunia politik secara konkrit tampak pada masa kepemimpinan Juneid (1447-1460 M). Dinasti safawi memperluas gerakannya dengan menambahkan kegiatan politik pada kegiatan keagamaan. Perluasaan kegiatan ini ternyata menimbulkan konflik antara Juneid dengan kekuatan politik yang ada di Persia waktu itu, misalnya konflik politik dengan kerajaan-kerajaan Kara Koyunlu (domba hitam) salah satu suku bangsa Turki  yang berkuasa di wilayah itu yang bermahzhab Sunni di bawah kekuasaan Imperium Usmani. Karena konflik tersebut maka ia mengalami kekalahan dan diasingkan ke suatu tempat. Di tempat baru ini ia mendapat perlindungan dari penguasa Diyar Bakr, AK. Koyunlu (domba putih), juga suatu suku bangsa Turki. Ia tinggal di istana Uzun Hasan, yang ketika itu menguasai sebagian Persia.
Selama dalam pengasingan, Juneid tidak tinggal diam. Ia malah menghimpun kekuatan untuk kemudian beraliansi secara politik denagn Uzun Hasan. Ia juga berhasil mempersunting salah seorang saudara perempuan Uzun Hasan. Pada tahun  1459 M, Juneid mencoba merebut Ardabil tetapi gagal. Pada tahun 1460 M, ia mencoba merebut Circassia tetepi pasukan yang dipimpinnya dihadang oleh tentara Sirwan. Ia sendiri terbunuh dalam pertempuran tersebut. Ketika itu anak Juneid, Haidar, masih kecil dan dalam asuhan Uzun Hasan. Karena itu, kepemimpinan gerakan Safawi baru bisa diserahkan kepadanya secara resmi pada tahun [3]1470 M. Hubungan Haidar dengan Uzun Hasan semakin erat setelah Haidar mengawini salah seorang putri Uzun Hasan. Dari perkawinan itu lahirlah Ismail, yang di kemudian hari menjadi pendiri Kerajaan Safawi di Persia.
 Kemenangan AK-Koyunlu terhadap Kara Koyunlu tahun 1476 M, membuat gerakan militer Safawi yang dipimpin oleh Haidar dipandang sebagai rival politik oleh AK-Koyunlu dalam meraih kekuasaan yang selanjutnya. Padahal sebelumnya Safawi adalah sekutu AK Konyulu, tetapi itulah politik. Ak Konyulu berusaha melenyapkan kekuatan militer dan kekuasaan Dinasti Safawi. Karena itu, ketika Safawi menyerang wilayah Sircassia dan pasukan Sirwan, AK Konyulu mengirim bantuan militer kepada Sirwan, sehingga pasukan Haidar kalah dan Haidar sendiri terbunuh dalam peperangan itu.
Ali, putra dan pengganti Haidar, didesak oleh bala tentranya untuk menuntut balas atas kematian ayahnya, terutama terhadap AK Konyulu. Tetapi Ya’kub pemimpin AK Konyulu ketika itu dapat menangkap dan memenjarakan Ali bersama kedua saudaranya Ibrahim dan Ismail beserta ibunya, di fars selama empat setengah tahun (1489-1493 M). Mereka dibebaskan oleh Rustam, Putra Mahkota AK Konyulu, dengan syarat mau membantunya memerangi saudara sepupunya. setelah saudara sepupu Rustam itu dapat dikalahkan. Ali bersaudara (Ibrahim dan Ismail) beserta ibunya kembali ke Ardabil. Akan tetapi tidak lama kemudian Rustam berbalik memusuhi dan menyerang Ali bersaudara pada tahun 1494 M dan Ali terbunuh dalam serangan ini.
Kepemimpinan gerakan Safawi selanjutnya berada di tangan Ismail, yang saat itu masih berusia 7 tahun. Selama 5 tahun Ismail beserta pasukannya bermarkas di Gilan, mempersiapkan kekuatan dan mengadakan hubungan dengan para pengikutnya di Azerbaijan, Syria, Anatolia. Pasukan yang dipersiapkan itu dinamai Qizilbash (baret merah). Ismail memanfaatkan kedudukannya sebagai mursyid untuk mengkonsolidasikan kekuatan politiknya dengan menjalin hubungan dengan para pengikutnya.
Di bawah pimpinan Ismail, pada tahun 1501 M, pasukan Qizilbash menyerang dan mengalahkan AK Konyulu di Sharur dekat Nakhchivan. Pasukan ini terus berusaha memasuki dan menaklukkan Tabriz, ibu kota AK Konyulu dan berhasil merebut serta mendudukinya. Di kota inilah Ismail memproklamirkan dirinya sebagai Raja pertama Dinasti Safawi. Ia disebut juga sebagai Ismail I. dengan ia sendiri sebagai Syaikhnya yang pertama dan menetapkan Syi’ah Dua Belas sebagai agama resmi kerajaan Safawi. Dengan diproklamasikannya kerajaan Safawi sebagai kerajaan dan ditetapkan pula Syi’ah sebagai agama kerajaan maka merdekalah Persia dari pengaruh dari kerajaan Usmani dan kekuatan asing lainnya. Peristiwa inilah yang menjadi cikal bakal lahirnya Kerajaan Safawi yang akan turut memberikan kontribusi dalam perkembangan kekuasaan Islam.

    A.    Kemajuan Peradaban Islam pada Masa Kerajaan Safawi di Persia
Pada masa pemerintahan Ismail, Safawi berhasil  mengembangkan wilayah kekuasaannya sampai ke daerah Nazandaran, Gurgan, Yazd, Diyar Bakr, Baghdad, Sirwan dan Khurasan hingga meliputi ke daerah bulan sabit subur (fortile crescent). Kemudian ia beruasaha mengembangkan wilayahnya sampai ke Turki Usmani tetapi mengadap kekuatan besar dari Kerajaan Turki Usmani tetapi menghadapi kekuaatan besar dari kerajaan Turki Usmani yang sangat membenci golongan Syi’ah. Dalam perebutan wilayah ini Safawi mengalami kekalahan yang menyebabkan Ismail mengalami depresi yang meruntuhkan kebanggaan dan rasa percaya dirinya sehingga ia menempuh kehidupan dengan cara menyepi dan hidup hura-hura. Hal ini berpengaruh pada stabilitas politik dalam kerajaan Safawi. Contohnya adalah terjadinya perebutan kekuasaan antara pimpinan suku-suku Turki, Pejabat-pejabat keturunan Persia dan Qizilbash.
Keadaan ini baru dapat diatasi pada masa pemerintahan raja Abbas I. Langkah-langkah yang ditempuh  oleh Abbas I untuk memperbaiki situasi adalah :
   1.  Menghilang dominasi pasukan Qizilbash atas kerajaan Safawi dengan membentuk pasukan baru yang beranggotakan budak-budak yang berasal dari tawanan perang bangsa Georgia, Armenia dan Sircassia.
   2.    Mengadakan perjanjian damai dengan Turki Usmani dengan cara Abbas I berjanji tidak akan menghina tiga khalifah pertama dalam Islam (Abu Bakar, Unar, Usman) dalam khotbah Jumatnya.
Usaha-usaha tersebut terbukti membawa hasil yang baik dan membuat kerajaan Safawi kembali kuat. Kemudian Abbas I meluaskan wilayahnya dengan merebut kembali daerah yang telah lepas dari Safawi maupun mencari daerah baru. Abbas I berhasil menguasai Herat (1598 M), Marw dan Balkh. Kemudian Abbas I mulai menyerang kerajaan Turki Usmani dan berhasil menguasai Tabriz, Sirwani, Ganja, Baghdad, Nakhchivan, Erivan dan Tiflis. Kemudian pada 1622 M Abbas I berhasil menguasai kepulauan Hurmuz dan mengubah pelabuhan Gumrun menjadi pelabuhan Bandar Abbas.
Pada masa Abbas I inilah kerajaan Safawi mengalami masa kejayaan yang gemilang. Diantara bentuk kejayaannya adalah :
1.    Bidang Politik dan Pemerintahan
Pengertian kemajuan dibidang politik disini adalah terwujudnya integritas wilayah Negara yang luas yang dikawal oleh suatu angkatan bersenjata yang tangguh dan diatur oleh suatu pemerintahan yang kuat, serta mampu memainkan peranan dalam percaturan politik internasional.
Sebagaimana lazimnya kekuatan politik suatu Negara ditentukan oleh kekuatan angkatan bersenjata, Syah Abbas I juga telah melakukan langkah politiknya yang pertama, membangun angkatan bersenjata dinasti Safawi yang kuat, besar dan modern. Tentara Qizilbash yang pernah menjadi tulang punggung Dinasti Safawi pada awalnya dipandang Syah Abbas tidak diharapkan lagi, sehingga ia membangun  suatu angkatan bersenjata reguler. Inti satuan militer ini ia ambil dari bekas tawanan perang bekas orang-orang Kristern di Georia dan di Chircassia. Mereka dibina dengan pendidikan militer yang militan dan persenjataan yang modern. Sebagai pimpinannya ia mengangkat Allahwardi Khan, salah seorang dari Ghulam.
Berkat kegigihannya Syah Abbas mampu mengatasi kemelut di dalam negeri yang mengganggu stabilitas negara dan berhasil merebut wilayah-wilayah yang pernah disebut oleh kerajaan lain pada masa sebelumnya.

    2.    Bidang Ekonomi
Kerajaan Safawi pada masa Syah Abbas mengalami kemajuan dibidang ekonomi, terutama industri dan perdagangan. Stabilitas politik Kerajaan Safawi pada masa Abbas I ternyata telah memacu perkembangan perekonomian Safawi, lebih-lebih setelah kepulauan Hurmuz dikuasai dan pelabuhan Gumrun diubah menjadi Bandar Abbas. Hal ini dikarenakan Bandar ini merupakan salah satu jalur dagang antar Timur dan Barat. Yang biasa diperebut oleh Belanda, Inggris, dan Perancis, sesungguhnya menjadi milik Kerajaan Safawi.[22] Selain itu Safawi juga mengalami kemajuan sektor pertanian terutama di daerah Bulan Sabit Subur (fortile crescent).

   3.    Bidang Ilmu Pengetahuan, Filsafat dan Sains
Dalam sejarah Islam, bangsa Persia dikenal sebagai bangsa yang peradaban tinggi dan berjasa dalam mengembangkan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila pada masa Kerajaan Safawi tradisi keilmuan ini terus berlanjut.
Ada beberapa ilmuwan yang selalu hadir di majlis istana yaitu Baha Al-Din Al-Syaerazi (generalis iptek), Sadar Al-Din Al-Syaerazi (filosof), dan Muhammad Baqir bin Muhammad Damad (teolog, filosof, observatory kehidupan lebah-lebah).[23] Dalam bidang ilmu pengetahuan, Safawi lebih mengalami kemajuan dari pada kerajaan Mughal dan Turki Usmani.
Pada masa Safawi Filsafat dan Sains bangkit kembali di dunia Islam, khususnya dikalangan orang-orang persia yang berminat tinggi pada perkembangan kebudayaan. Perkembangan baru ini erat kaitannya dengan aliran Syiah yang ditetapkan Dinasti Safawi sebagai agama resmi Negara.
Dalam Syiah Dua Belas ada dua golongan, yakni Akhbari dan Ushui. Mereka berbeda didalam memahami ajaran agama. Yang pertama cenderung berpegang kepada hasil ijtihad para mujtahid Syiah yang sudah mapan. Sedang kedua mengambil dari sumber ajaran Islam, Al-Qur’an dan Hadits, tanpa terikat kepada para mujthadi. Golongan Ushuli inilah yang palling berperan pada masa Safawi.
Menurut Hodhson, ada dua aliran filsafat yang berkembang pada masa Safawi tersebut. Pertama, aliran filsafat “Perifatetik” sebagaimana yang dikemukakan oleh Aristoteles dan Al-Farabi. Kedua filsafat Isyraqi yang dibawa oleh Syaharawadi pada abad ke XII. Kedua aliran ini banyak dikembangkan di perguruan Isfahan dan Syiraj. Di bidang filosof ini muncul beberapa orang filosof diantaranya Muhammad Baqir Damad (W. 1631 M) yang dianggap guru ketiga sesudah Aristoteles dan Al-Farabi, tokoh lainnya misalnya Mulla Shadra yang menurut sejartah ia adalah seorang dialektikus yang paling cakap di zamannya.
   4.    Bidang Perkembangan Fisik dan Seni
Para penguasa kerajaan menjadikan Isfahan menjadi kota Kerajaan yang sangat indah. Disana terdapat bangunan-bangunan besar dan indah seperti masjid, rumah sakit, jembatan raksasa di atas Zende Rud dan Istana Chilil Sutun. Kota Isfahan juga diperindah dengan taman-taman wisata yang ditata secra apik. Ketika Abbas I wafat di Isfahan terdapat 162 Masjid, 48 Akademi, 1802 penginapan dan 273 pemandian umum.
Di bidang seni, kemajuan nampak begitu kentara dalam gaya arsitektur bangunan-bangunannyaseperti terlihat pada mesjid Shah yang dibangun tahun 1611 M dan mesjid Syaikh Lutf Allah yang dibangun tahun 1603 M. Unsur seni lainnya terlihat pula adanya peninggalan berbentuk kerajinan tangan, keramik, karpet, permadani, pakaian dan tenunan, mode, tembikar, dan benda seni lainnya. Seni lukis mulai dirintis sejak zaman Raja Tahmasp I.
Demikianlah puncak kemajuan yang dicapai oleh Kerajaan Safawi, kemajuan yang dicapainya membuat kerajaan ini menjadi salah satu dari tiga kerajaan besar Islam yang disegani oleh lawan-lawannya, terutama dalam bidang politik dan militer. Kerajaan ini telah memberikan kontribusinya mengisi peradaban Islam melalui kemajuan-kemajuan dalam bidang ekonomi, ilmu pengetahuan, peninggalan seni dan gedung-gedung bersejarah.

     B.     Masa Kemunduran dan Kehancuran Kerajaan Safawi
Masa Kemunduran dan Kehancuran Kerajaan Safawi dimulai sejak Raja Abbas I telah tiada, sepeninggal Abbas I kerajaan Safawi berturut-turut diperintah oleh enam raja, yaitu Safi Mirza (1628-1642 M), Abbas II (1642-1667 M), Sulaiman (1667-1694 M), Husen (1694-1722 M), Tahmasp II (1722-1732 M), Abbas III (1732-1736 M). Pada masa raja-raja tersebut, kondisi Kerajaan Safawi tidak menunjukkan grafik naik dan berkembang, tetapi justru memperlihatkan kemunduran yang akhirnya membawa kepada kehancuran, karena Kerajaannya ketika itu diperintah oleh raja-raja yang lemah dan memiliki perangai dan sifat yang buruk. Hal ini menyebabkan rakyat kurang respon dan timbul sikap masa bodoh terhadap pemerintahan. Raja-raja yang memerintah setelah Abbas I adalah sebagai berikut: 

No

Nama Raja

Masa Berkuasa
Indikasi
Kemunduran & Kehancuran
1
Safi Mirza
                        1628-1642 
    -    Jiwa lidershipnya lemah.
   -    Sangat kejam terhadap para pembesar Kerajaan.
   - Memiliki sifat cemburu terhadap petinggi kerajaan.
   -Kota Qandahar lepas dan diduduki Kerajaan Mughal (Sultan Syah Jehan).
  -    Dan Bagdad direbut oleh Kerajaan Turki Usmani.
2
Abbas II
1642-1667 M             
  -   Sifat dan Moralnya jelek.
  -   Pemabuk/suka minum minuman keras.
3
Sulaiman

                     1667-1694

  -  Kejam terhadap para pembesar Kerajaan, terutama terhadap orang-orang yang dicurigainya
  -   Karena sifat & moralnya yang buruk itu rakyat bersikap masa bodoh terhadap pemerintahannya
4
Husen
1694-1722 M
  -   Memberi kekuasaan yang besar kepada para ‘ulama Syi’ah.
  -   Ulama Syi’ah sering slah guna kewenangan/kekuasaan yang diberikan raja.
 -   Ulama Syi’ah sering memaksakan pendapat terhadap penganut aliran Sunni sehingga membuat golongan Sunni marah.
 -   Konflik yang terjadi antara golongan Syi’ah dengan Sunni berimplikasi pada sistem pemerintahan menjadi tidak stabil secara berkelanjutan.
 -   Pernah terjadi pemberontakan bangsa Afghan yang di pimpin oleh Mir Vays yang kemudian digantikan oleh Mir Mahmud. Pada masa pemberontakan Mir mahmud ini, kota Qandahar lepas dari safawi, kemudian disusul kota Isfahan. Pada 12 oktober 1722 M Shah Husein menyerah.
5
Tahmasp II
1722-1732 M
Dengan dukungan dari suku Qazar Rusia, ia memproklamirkan diri sebagai raja yang berkuasa atas Persia dengan pusat kekuasannya di Astarabad. Kemudian ia bekerja sama dengan Madhir Khan untuk memerangi bangsa Afghan yang menduduki kota Isfahan. Isfahan berhasil direbut dan Safawi kembali berdiri. Kemudian Tahmasp II dipecat oleh Nadir Khan pada 1732 M.
6
Abbas III
1732-1736 M
  -   Tidak berpengalaman.
  -   Diangkat menjadi Raja pada saat masih kecil.[28]
 -   Pada 1736 M, Abbas III dilengserkan kemudian kerajaan Safawi diambil alih oleh Nadir Khan. Dengan begitu, maka berakhirlah kerajaan Safawi.

Hanya satu abad setelah ditinggal Abbas I, kerajaan ini mengalami kehancuran. Faktor-faktor yang menyebabkan berakhirnya kerajaan Safawi :
1.   Konflik panjang dengan kerajaan Turki Usmani. Hal ini disebabkan oleh perbedaan mazhab antar kedua kerajaan. Bagi Kerajaan Usmani, berdirinya Kerajaan Safawi yang beraliaran Syi’ah merupakan ancaman langsung terhadap wilayah kekuasaannya. Konflik antara kedua kerajaan tersebut berlangsung lama, meskipun konflik itu pernah berhenti sejenak ketika tercapai perdamaian antara keduanya pada masa Raja Shah Abbas I, namun tak lama kemudian Abbas meneruskan konflik tersebut, dan setelah itu dapat dikatakan tida ada lagi perdamaian antara kedua kerajaan besar Islam itu.
2.    Adanya dekadensi moral yang melanda sebagaian para pemimpin Kerajaan Safawi.
3. Pasukan Ghulam (budak-budak) yang dibentuk Abbas I tidak memiliki semangat perang yang tinggi seperti Qilzibash (baret merah) hal ini dikarenakan pasukan tersebut tidak disiapkan secara terlatih dan tidak melalui proses pendidikan rohani. Seperti yang di alami oleh pasukanQilzibash, sementara anggota pasukan Qilzibash yang baru tidak memiliki militansi dan semangat yag sam,a dengan anggota Qilzibashsebelumnya.
4. Seringnya terjadi konflik intern dalam bentuk perebutan kekuasaan dikalangan keluarga istana.
Dengan demikian bentuk-bentuk institusi kenegaraan, kesukuan dan institusi keagamaan safawiyah yang diciptakan oleh Abbas I telah mengalami perubahan secara mencolok pada akhir abad tujuh belas dan awal abad ke delapan belas.

I.         Asal Usul Kerajaan Mughal
Mughal merupakan kerajaan Islam di anak benua India, dengan Delhi sebagai ibukotanya, berdiri antara tahun (1526-1858 M). Dinasti Mughal di India didirikan oleh Zahiruddin Muhammad Babur (1482-1530 M), salah satu cucu dari Timur Lenk dari etnis Mongol, keturunan Jengis Khan. Ekspansinya ke India dimulai dengan penundukan penguasa setempat yaitu Ibrahim Lodi dengan Alam Khan (Paman Lodi) dan gubernur Lohere.­ Ia berhasil munguasai Punjab dan berhasil menundukkan Delhi, sejak saat itu ia memproklamirkan berdirinya kerajaan Mughal. Proklamasi 1526 M yang dikumandangkan Babur mendapat tantangan dari Rajput dan Rana Sanga didukung oleh para kepala suku India tengah dan umat Islam setempat yang belum tunduk pada penguasa yang baru itu, sehingga ia harus berhadapan langsung dengan dua kekuatan sekaligus. Tantangan tersebut dihadapi Babur pada tanggal 16 Maret 1527 M di Khanus dekat Agra. Babur memperoleh kemenangan dan Rajput jatuh ke dalam kekuasaannya.
Penguasa Mughal setelah Babur adalah Nashiruddin Humayun atau lebih dikenal dengan Humayun (1530-1540 dan 1555-1556 M), puteranya sendiri. Sepanjang pemerintahanya tidak stabil, karna banyak terjadi perlawanan dari musuh-musuhnya. Bahkan beliau sempat mengungsi ke Persia karna mengalami kekalahan saat melawan pemberontakan Sher Khan di Qonuj, tetapi beliau berhasil merebut kembali kekuasaanya pada tahun 1555 M berkat bantuan dari kerajaan safawi. Namun setahun kemudian 1556 M beliau meninggal karna tertimpa tangga pepustakaan, dan tahta kerajaan selanjutnya dipegang oleh putranya yang bernama Akbar.
a.    PERKEMBANGAN DAN KEJAYAAN KERAJAAN MUGHAL
Masa kejayaan kerajaan Mughal dimulai pada pemerintahan Akbar (1556-1506 M), dan tiga raja penggantinya, yaitu Jehangir (1605-1628 M), Syah Jehan (1628-1658 M), Aurangzeb (1658-1707 M). Setelah itu, kemajuaan kerajaan Mughal tidak dapat dipertahankan oleh raja-raja berikutnya.
Akbar mengganti ayahnya pada saat usia 14 tahun, sehingga urusan kerajaan diserahkan kepada Bairam Khahan, seorang syi’i. Pada masa pemerintahanya, Akbar melancarkan serangan untuk memerangi pemberontakan sisa-sisa keturunan Sher Khan Shah yang berkuasa di Punjab. Pemberontakan lain dilakukan oleh Himu yang menguasai Gwalior dan Agra. Pemberontakan tersebut disambut oleh Bairam Khan sehingga terjadi peperangan dasyat, yang disebut panipat 2 tahun 1556 M. Himu dapat dikalahkan dan ditangkap kemudian diekskusi. Dengan demikian, Agra dan Kwalior dapat dikuasai penuh (Mahmudun Nasir,1981:265-266).
Setelah Akbar dewasa, ia berusaha menyingkirkan Bairam Khan yang sudah mempunyai pengaruh kuat dan terlampau memaksakan kepentingan aliran syi’ah. Bairam Khan memberontak, tetapi dapat dikalahkan oleh Akbar di Jullandur tahun 1561 M.
Setelah itu masa kejayaan kerajaan Mughal berhasil dipertahankan oleh putra beliau yaitu Jehangir yang memerintah selama 23 tahun (1605-1628 M). Namun Jehangir adalah penganut Ahlussunah Wal Jamaah, sehingga Din-i-Illahi yang dibentuk ayahnya menjadi hilang pengaruhnya
Sepeninggalan Jehangir pucuk kekuasaan kerajaan Mughal di pegang oleh Sheh Jehan yang memerintah Mughal selam 30 tahun (1628-1658 M). Pada masa pemerintahanya banyak muncul pemberontakan dan perselisihan dalam internal keluarga istana. Namun semua itu dapat diatasi oleh beliau, bahkan beliau berhasil memperluas kekuasaanya Hyderabat, Maratha, dan Kerajaan Hindu lain yang belum tunduk kepada pemerintahan Mughal. Keberhasilan  itu tidak bias lepas dari peran Aurangzeb, putera ketiga dari Sheh Jehan.
Pengganti Sheh Jehan yaitu Aurangzeb, beliau berhasil menduduki tahta kerajaan setelah berhasil menyingkirkan para pesaingnya (saudaranya). Pada masanya kebesaran Mughal mulai menggema kembali, dan kebesaran namanya-pun disejajarkan dengan pendahulunya dulu, yaitu Akbar.
Adapun usaha-usaha Aurangzeb dalam memajukan kerajaan Mughal diantaranya menghapuskan pajak, menurunkan bahan pangan dan memberantas korupsi, kemudian ia membentuk peradilan yang berlaku  di India yang dinamakan fatwa alamgiri sampai akhirnya meninggal pada tahun 1707 M. Selama satu setengah abad, India di bawah Dinasti Mughal menjadi salah satu negara adikuasa. Ia menguasai perekonomian Dunia dengan jaringan pemasaran barang-barangnya yang mencapai Eropa, Timur Tengah, Asia Tenggara dan Cina. Selain itu, India juga memiliki pertahanan militer yang tangguh yang sukar ditaklukkan dan kebudayaan yang tinggi.
Dengan besarnya nama kerajaan Mughal, banyak sekali para sejarawan yang mengkaji tentang kerajaan ini. Dan pada masa itu telah  muncul seorang sejarawan yang bernama Abu Fadl dengan karyanya Akhbar Nama dan Aini Akhbari, yang memaparkan sejarah kerajaan Mughal berdasarkan figure pemimpinnya. Sedangkan karya seni yang dapat dinikmati sampai sekarang dan karya seni terbesar yang dicapai kerajaan Mughal adalah karya-karya arsitektur yang indah dan masjid-masjid yang indah. Pada masa Shah jehan dibangun Masjid Berlapis mutiara dan Taj Mahal di Agra, Masjid Raya Delhi dan Istana Indah di Lahore (Ikram, 1967:247).
b.   KEMUNDURAN DAN RUNTUHNYA KERAJAAN MUGHAL
Setelah satu setengah abad dinasti Mughal berada di puncak kejayaannya, para pelanjut Aurangzeb tidak sanggup mempertahankan kebesaran yang telah dibina oleh sultan-sultan sebelumnya. Pada abad ke-18 M kerajaan ini memasuki masa-masa kemunduran. Kekuasaan politiknya mulai merosot, suksesi kepemimpinan di tingkat pusat menjadi ajang perebutan, gerakan separatis Hindu di India tengah, Sikh di belahan utara dan Islam di bagian timur semakin lama semakin mengancam. Sementara itu, para pedagang Inggris untuk pertama kalinya diizinkan oleh Jehangir menanamkan modal di India, dengan didukung oleh kekuatan bersenjata semakin kuat menguasai wilayah pantai.
Pada masa Aurangzeb, pemberontakan terhadap pemerintahan pusat memang sudah muncul, tetapi dapat diatasi. Pemberontakan itu bermula dari tindakan-tindakan Aurangzeb yang dengan keras menerapkan pemikiranpuritanismenya. Setelah ia wafat, penerusnya rata-rata lemah dan tidak mampu menghadapi problema yang ditinggalkannya.
Sepeninggal Aurangzeb (1707 M), tahta kerajaan dipegang oleh Muazzam, putra tertua Aurangzeb yang sebelumnya menjadi penguasa di Kabul.[5] Putra Aurangzeb ini kemudian bergelar Bahadur Syah (1707-1712 M). Ia menganut aliran Syi’ah. Pada masa pemerintahannya yang berjalan yang berjalan selama lima tahun, ia dihadapkan pada perlawanan Sikh sebagai akibat dari tindakan ayahnya. Ia juga dihadapkan pada perlawanan penduduk Lahore karena sikapnya yang terlampau memaksakan ajaran Syi’ah kepada mereka.
Setelah Bahadur Syah meninggal, dalam jangka waktu yang cukup lama, terjadi perebutan kekuasaan di kalangan istana. Bahadur Syah diganti oleh anaknya, Azimus Syah. Akan tetapi, pemerintahannya oleh Zulfiqar Khan, putra Azad Khan, wazir Aurangzeb. Azimus Syah meninggal tahun 1712 M an diganti oleh putranya, Jihandar Syah, yang mendapat tantangan dari Farukh Siyar, adiknya sendiri. Jihandar Syah dapat disingkirkan oleh Farukh Siyar tahun 1713 M.
Farukh Siyar berkuasa sampai tahun 1719 M dengan dukungan kelompok sayyid, tapi tewas di tangan para pendukungnya sendiri (1719 M). Sebagai gantinya diangkat Muhammad Syah (1719-1748 M). Namun, ia dan pendukungnya terusir oleh suku Asyfar di bawah pimpinan Nadir Syah yang sebelumnya telah berhasil melenyapkan kekuasaan Safawi di Persia. Keinginan Nadir Syah untuk menundukkan kerajaan Mughal terutama karena menurutnya, kerajaan ini banyak sekali memberikan bantuan kepada pemberontak Afghan di daerah Persia. Oleh karena itu, ada tahun 1739 M, dua tahun setelah menguasai Persia, ia menyerang kerajaan Mughal. Muhammad Syah tidak dapat bertahan dan mengaku tunduk kepada Nadir Syah. Muhammad Syah kembali berkuasa di Delhi setelah ia bersedia memberi hadiah yang sangat banyak kepada Nadir Syah. Kerajaan Mughal baru dapat melakukan restorasi kembali, terutama setelah jabatan wazir dipegang Chin Qilich Khan yang bergelar Nizam Al-Mulk (1722-732 M) karena mendapat dukungan dari Marathas. Akan tetapi, tahun 1732 M, Nizam Al-Mulk meninggalkan Delhi menuju Hiderabat dan menetap di sana.
Konflik-konflik yang berkepanjangan mengakibatkan pengawasan terhadap daerah lemah. Pemerintahan daerah satu per satu melepaskan loyalitasnya dari pemerintah pusat, bahkan cenderung memperkuat posisi pemerintahannya masing-masing. Hiderabat dikuasai Nizam Al-Mulk, Marathas dikuasai Shivaji, Rajput menyelenggarakan pemerintahan sendiri di bawah pimpinan Jai Singh dari Amber, Punjab dikuasai oleh kelompok Sikh.
Adapun sebab-sebab keruntuhan Mughal secara detail, yaitu :
1.      Terjadinya stagnasi pembinaan militer sehingga operasi militer Inggris di wilayah pantai tidak dapat dipantau.
2.      Kemerosotan moral dan hidup mewah di kalangan elite politik yang mengakibatkan pemborosan dan penggunaan uang Negara.
3.      Pendekatan Aurengzeb yang terkesan kasar dalam mendakwahkan agama.
4.      Pewaris tahta pada paroh terakhir adalah pribadi-pribadi lemah.

c.    HASIL-HASIL KEBUDAYAAN KERAJAAN MUGHAL
1.    Bidang Poitik dan Militer
Sistim yang menonjol adalah politik Sulh-E-Kul atau toleransi universal. Sistem ini sangat tepat karena mayoritas masyarakat India adalah Hindu sedangkan Mughal adalah Islam. Disisi lain terdapat juga ras atau etnis lain yang juga terdapat di India. Lembaga yang produk dari Sistim ini adalah Din-I-Ilahi dan Mansabhadari. Dibidang militer, pasukan Mughal dikenal pasukan yang sangat kuat. Mereka terdiri dari pasukan gajah berkuda dan meriam.  Wilayahnya dibagi distrik-distrik. Setiap distrik dikepalai oleh sipah salar dan sub distrik di kepalai oleh faudjar. Dengan sistim ini pasukan Mughal berhasil menahlukan daerah-daera di sekitarnya.
2.    Bidang Ekonomi
Perekonomian kerajaan Mughal tertumpu pada bidang agrari, mengingat keadaan Geografi dan Geologi wilayah India. Hasil pertanian kerajaan Mughal yang terpenting ketika itu adalah biji-bijian, padi, kacang, tebu, sayur-sayuran, rempah-rempah, tembakau, kapas, nila, dan bahan-bahan celupan.
Di samping untuk kebutuhan dalam negeri, hasil pertanian itu diekspor ke Eropa, Afrika, Arabia, dan Asia Tenggara bersamaan dengan hasil kerajinan, seperti pakaian tenun dan kain tipis bahan gordiyn yang banyak diproduksi di Gujarat dan Bengawan. Untuk meningkatkan produksi, Jehangir mengizinkan Inggris (1611 M) dan Belanda (1617 M) mendirikan pabrik pengolahan hasil pertanian di Surat.
3.    Bidang Seni dan Arsitektur
Bersamaan dengan majunya bidang ekonomi, bidang seni dan budaya juga berkembang. Karya seni yang menonjol adalah karya sastra gubahan penyair istana, baik yang berbahasa Persia maupun berbahasa India. Penyair India yang terkenal adalah Malik Muhammad Jayazi, seorang sastrawan sufi yang menghasilkan karya besar berjudulPadmavat, sebuah karya alegoris yang mengandung pesan kebijakan jiwa manusia.
Karya seni yang masih dapat dinikmati sekarang dan merupakan karya seni terbesar yang dicapai kerajaan Mughal adalah karya-karya arsitektur yang indah dan mengagumkan. Pada masa akbar dibangun istana Fatpur Sikri di Sikri, vila, dan masjid-masjid yang indah. Pada masa Syah Jehan, dibangun masjid berlapiskan mutiara dan Taj Mahal di Agra, masjid raya Delhi dan istana indah di Lahore.[9]
4.    Bidang Ilmu Pengetahuan
Dinasti Mughal juga banyak memberikan sumbangan di bidang ilmu pengetahuan. Sejak berdiri, banyak ilmuan yang datang ke India untuk menuntut ilmu pengetahuan. Bahkan Istana Mughal-pun menjadi pusat kegiatan kebudayaan. Hal ini adanya dukungang dari penguasa dan bangsawan setia Ulama. Aurangzeb misalnya membelikan sejumlah uang yang besar dan tanah untuk membangun sarana pendidikan.
Pada tiap-tiap masjid memiliki lembaga tingkat dasar yang dikelola oleh seorang guru. Pada masa Shah Jahan didirikan sebuah Perguruan Tinggi di Delhi. Jumlah ini semakin bertambah ketika pemerintah di pegang oleh Aurangzeb. Dibidang ilmu agama berhasil dikondifikasikan hukum islam yang dikenal dengan sebutan Fatawa-I-Alamgiri.
















BAB III
PENUTUP


KESIMPULAN
Pasca keruntuhan Dinasti Abbasiyah dan invasi bangsa Mongol ke daerah Islam. Yaitu berdirinya kerajaan Safawi di Persia dan Mughal di India, Dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Kerajaan Safawi berasal dari sebuah gerakan tarekat yang berdiri di daerah Ardabil kota Azerbaijan. Tarekat ini bernama Safawiyah sesuai dengan nama pendirinya Safi Al-Din, salah satu keturunan Imam Syi'ah yang keenam “Musa al-Kazim” gurunya bernama Syekh Taj al-Din Ibrahim Zahidi (1216-1301 M). Sedangkan kerajaan Mughal merupakan kerajaan Islam di anak benua India, dengan Delhi sebagai ibukotanya, berdiri antara tahun 1526-1858 M. Dinasti Mughal di India didirikan oleh seorang penziarah dari Asia tengah bernama Zahiruddin Muhammad Babur (1482-1530 M), salah satu cucu dari Timur Lenk dari etnis Mongol, keturunan Jengis Khan yang telah masuk Islam dan pernah berkuasa di Asia Tengah pada abad ke 15 2. Kemajuan yang telah dicapai dari kedua kerajaan besar Islam tersebut, mencakup Bidang Ekonomi, bidang Ilmu Pengetahuan serta Bidang Seni dan Budaya. 3. Kemunduran kedua kerajaan besar tersebut diakibatkan banyaknya terjadi peperangan, pemberontakan dan perebutan kekuasaan.




BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada; 2000).
Dr. Badri Yatim, M.A, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta 2011
Dr. Badri Yatim, M.A, Sejarah peradaban Islam 

[1] Dr. Badri Yatim, M.A, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta 2011 hlm. 134

[2] Dr. Badri Yatim, M.A, Sejarah peradaban Islam hlm 146